9 April 2012

Cerpen Remaja ( I Will Run to Get back My Monkey Love Part 3)


 I Will Run to Get back My Monkey Love Part 3

Diketik dan direkayasa ulang dari FTV Siang SCTV
oleh: Julia Puspitasari

.......................
Siang berganti malam. Semua peserta camping dikumpulkan kembali melingkari api unggun. Seabrek permainan akan segera dilaksanakan untuk meningkatkan rasa kesolideritasan mereka.
Sebagian dari peserta mencoba menggosok-gosokan kedua tangannya untuk menetralisir dingin yang berhembus kekulit mereka malam itu. Begitupun dengan Salsa dan Nisa. Mereka mengenakan syal dileher mereka masing-masing.
“anak-anak! Malam ini saya akan mengadakan permainan. Lewat permainan ini kalian ditantang untuk memadukan rasa social dan ilmu pengetahuan yang kalian dapat di sekolah. Permainanya adalah pengembaraan. Setiap regu harus mencari tanda atau jejak sesuai dengan warna regu kalian. Setiap jejak arah, kami memasang bendera yang sesuai dengan warna regu kalian. Dan kalian harus mengambilnya. Setelah kalian mendapatkan bendera itu, kalian harus menulis jawaban dari soal yang tertera di bendera tersebut. Nah, kalian mengerti?” amanat Pa Andre panjang lebar. Disertai dengan teriakan para peserta pertanda bahwa mereka mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Pa Andre. “regunya seperti regu yang tadi siang dibacakan oleh Bu Fatma. Dan ingat kalian yang sampai garis finish lebih dulu itulah regu yang menjadi juara. Tapi, dengan syarat kelompok kalian harus lengkap itu artinya kalian harus menjaga anggota kelompok kalian agar tidak ada yang tertinggal.”
Pa Andre terus memberi amanat panjang lebar seperti mencari luas persegi panjang. Dan akhirnya kelompok yang dipimpin oleh Dika mendapat bagian warna merah. Merekapun memulai pengembaraannya di tengah gelapnya hutan belantara. Dika, Aryo, Rendy, Salsa dan Nisa masing-masing memegang senter untuk menerangi jalan. Mereka terus mengarahkan senternya kesetiap sudut atau pohon yang ada. Ditengah keheningan mereka, terkadang terdengar suara tepukan tangan untuk membunuh nyamuk yang menggigit mereka.
“waaaah, parah nih. Banyak nyamuk. Mana nyamuknya nyamuk hutan lagi!” gerutu Aryo yang sedari tadi menggaruk-garuk bagian tubuhnya yang terkena gigitan nyamuk.
“ya iyalah, namanya juga di hutan. Kalo di rumah namanya lain lagi dong, jadi nyamuk rumah.” Timpal Rendy menanggapi gerutuan Aryo. Dika hanya diam tak menanggapi gerutuan temannya.
“uuuh, kenapa sih harus ada pengembaraan segala?, bikin Bt deh.” Gerutu Nisa juga. Tampak rasa khawatir bercampur takut diwajahnya.
“udah deeeh, dinikmati aja. Lagian ini kan pengalaman buat kita.” Ujar Salsa.
Mereka hening seketika. Tiba-tiba terdengar suara kaki terpeleset.
“aduh!” rintih Nisa ketika kakinya terpeleset kedalam lobang. Dika, aryo, Salsa dan Rendypun langsung berbalik menengok Nisa.
“Nis!  Lo ngga papa?” Tanya Salsa panic. “coba angkat kaki lo, sini gue bantu.”
“aduuuuh, kaki gue ngga bisa digerakin. Kaki gue kraaam.” Nisa mulai menangis. Salsa tampak panic.
“coba pelan-pelan. Pasti bisa.” Tambah Rendy dengan menarik tangan Nisa. Namun Nisa tetap tidak kuasa menggerakan kakinya.
“iya Nis, coba pelan-pelan deh.” Timpal Aryo yang juga mulai panic.
“heh! Dika.. bantuin dooong. Jangan diem aja kaya patung lo. Mana sih rasa social lo, ngheh?” bentak Salsa yang mulai gerah melihat Dika yang sedari tadi diam tak bertindak.
“lagian salah dia sendiri, jalan ngga hati-hati.” Umpatnya sambil membantu mengangkat tubuh Nisa.
Kaki Nisapun sudah mulai bisa digerakan. Salsa merasa tenang setelah akhirnya kaki Nisa bisa keluar dari lubang. Nisa masih merintih kesakitan, namun disamping rasa sakitnya ia merasa senang karena Dika mau menolongnya. Mereka kembali meneruskan pengembaraan setelah Nisa tidak merasa sakit lagi.
“hah, kalo kaya gini caranya. Gimana kita mau menang?” sesal Dika datar.
“egois banget sih lo!” sentak Rendy pada Dika.
“heh! Bendera kita warna merah kan?” Tanya Salsa sambil mengarahkan senternya kesebuah pohon.
“iya, kenapa?” jawab Aryo sambil balik bertanya.
“yupz. Berarti bener. Coba liat deh! Itukan bendera warna merah.” Sahut salsa sembari menunjuk kearah yang ia senteri.
Pandangan mereka langsung tertuju pada arah yang Salsa tunjuk.
“tapi tinggi. Gimana cara ngambilnya?” sesal Salsa.
“aaah, kalo masalah beginian mah, serahin aja sama Aryo.” Ujar Aryo membanggakan dirinya. Iapun mencoba mengambil bendera yang tertancap dipohon dengan menyenggol-ngenggolkan batang pohon yang agak panjang. Namun tidak berhasil.
“ah, elo Yo. Gimana sih? Katanya bisa.” Ledek Rendy yang langsung membuat Aryo malu.
“heh, Ca. Sini, gue gendong lo.” Ujar Dika masih dengan juteknya.
“hah??? Kenapa harus gue sih?” Caca nyolot tak terima.
“kalo bukan lo siapa lagi? Masa gue harus ngangkat si Rendy atau Aryo yang jelas-jelas berat badannya lebih dari lo?! Dan lo juga tau kan, kalo Nisa kakinya sakit?” jelas Dika sedikit membentak. “udah, sini cepetan!”
“tapiii…” salsa ragu, namun Dika langsung menarik tangannya mendekat ke pohon yang dituju.
“bawel deh lo.” Sentak Dika. Kemudian ia langsung mengangkat tubuh Salsa.
Terlihat jelas rintihan diwajahnya. Namun, ia tetap mempertahankan tangannya untuk tidak melepaskan tubuh Salsa.
“berat banget sih, lo.” Ujar Dika sambil terus mempertahankan posisinya.
“salah lo, mau-maunya gendong gue.” Timpal Salsa sembari terus mencoba mencabut bendera yang tertancap dipohon. “yapz, dapet! Udah, turunin gue.”
Dika menurunkan Salsa. Rendy, Aryo, dan Nisapun bertepuk tangan karena senang telah mendapatkan bendera.
“Percuma tepuk tangan, kita ngga bakalan menang.” Ujar Dika tiba-tiba.
“Heh! Yang dibutuhin sekarang tuh bukan kalah atau menang, tapi kebersamaan dan solideritas kita. Jangan egois doong!” bentak Rendy pada Dika.
“kok lo nyolot sih?” sahut dika mulai emosi.
“iya! Kenapa emangnya kalo gue nyolot! Gue Cuma mau ngingetin lo yang ngga punya rasa soloderitas. Selalu pengen menang tapi ngga punya rasa social.”
“jaga mulut lo ya?” Dika mulai menarik kerah jaket Rendy. Suasana memanas. Tangan Dika terlihat sudah bersiap-siap untuk menghajar Rendy.
Salsa yang melihat gelagat buruk Dikapun langsung mnengahi mereka. Salsa melepaskan tangan Dika dari kerah jaket Rendy. Merekapun berhenti namun terus saling memandang seperti pandangan seekor macan dan harimau yang siap bertarung.
“Dika, apa yang Rendy  bilang tuh emang bener. Lo harusnya mikir.” Tegas Salsa membenarkan ucapan Rendy.
“hah, lo sama Rendy emang sama aja.”
“lo bener-bener udah berubah ya? Gue ngga kenal elo yang sekarang. Mana elo yang dulu? Yang masih punya jiwa social walau sikap lo dingin.”
“dulu sama sekarang itu beda. Ngga usah bahas-bahas lagi masa lalu.” Bentak Dika yang kemudian pergi meninggalkan anggota kelompoknya.
“Dika! Tunggu! Aku ikut kamu.” Teriak Nisa sambil terpincang-pincang mengejar Dika.
Kini hanya tinggal Salsa, Rendy, dan Aryo. Mereka saling menatap. Antara marah, bingung, khawatir.
“udah, biarin aja. Kita kan masih bertiga. Lanjutin aja perjalanan.” Kata Salsa menenangkan.
Merekapun terus berjalan menyusuri setapak demi setapak jalan diantara pepohonan yang rimbun. Rendy dan Aryo terus berbincang membicarakan sikap Dika yang egois. Salsa mengikuti mereka dibelakang. Salsa berhenti sejenak untuk membenarkan tali sepatunya yang terlepas dari ikatan. Ia tak sempat memberi tahu Rendy dan Aryo untuk menunggunya karena ia takut mengganggu perbincangan mereka. Saking asiknya mereka mengobrol, merekapun tidak menyadari bahwa Salsa sudah tertinggal jauh dibelakangnya.
“iya kan, Ca?” Tanya Aryo yang mengira Salsa ada dibelakangnya. Merekapun berbalik dan mulai panic ketika mendapati salsa tidak bersama mereka.
“Yo, Salsa mana?” Tanya rendy panic. Aryopun ikut panic. Akhirnya mereka memutuskan kembali kejalan sebelumnya untuk mencari Salsa.
Salsa usai mengikat tali sepatunya. Kemudian ia bergegas berdiri. Namun ia mendapati dirinya hanya sendiri disana. Salsa panic. Ia mulai mencari-cari Rendy dan Aryo sambil meneriakan nama mereka.
“Rendy..! Rendy..! kok gue ditinggalin, sih. Reeend, Rendyyyy!” keringat dingin mulai membanjiri dahi dan tubuhnya. Ia takut, cemas, dan khawatir ada binatang buas yang mendekatinya. “Rendyyyyy…! Kalian dimana siih??!” tak terasa air mata mulai membasahi pipinya. “ Ya Tuhaaan, gue harus kemanaaa?”
Salsa terus berjalan menyusuri jalan-jalan setapak yang ia tidak ketahui. Iapun berjalan tanpa arah. Lama-kelamaan senternya mulai meredup karena baterainya habis. Salsa semakin panic, tubuhnya gemetar hebat. Ia kembali diingatkan masa lalunya yang menimpa kakaknya karena gelap. Phobia gelapnya mulai kambuh kembali ketika ia mengingat masa lalunya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~GLEP~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Senternya benar-benar mati. Kepanikannya semakin menjadi. Salsa hanya bisa menangis sambil berjalan hati-hati karena suasana yang benar-benar gelap. Tiba-tiba ia terjerembab kedalam lubang.
“aaaa…!” teriak salsa. “toloooong…!” ia terus berteriak minta tolong. Ia sudah benar-benar tidak bisa melihat apa-apa lagi karena gelap. Disaat seperti ini ia hanya mengingat satu nama. “Riooooo, lo dimanaaa.” Teriaknya sambil terisak.
Dika terus berjalan tanpa bertegur sapa atau berbincang dengan Nisa yang sedari dati mencoba menjejeri langkahnya.
“Dik, kayanya kita udah lewat jalan ini deh. Jangan-jangaan…. Wah kita beneran nyasar Dik!” ujar Nisa yang mulai merasa tak asing dengan jalan yang dilaluinya.
“sial! Kita beneran nyasar.” Umpat Dika sedikit menggerutu. Dika menghentikan langkahnya ketika ia tiba-tiba mendengar seseorang memanggil nama Rio sambil terisak. Ia merasa terpanggil. Dika benar-benar mengenali suara itu, suara yang sama yang pernah memanggilnya dimasa kecilnya.
“Anggi???.” Ia menerka-nerka suara orang itu. Ia tajamkan pendengarannya.
“Dik, kaya ada orang minta tolong deh.” Nisa mulai takut. Ia mendekatkan dirinya dengan Dika.
“iya, itu Anggi!!!!” secepat kilat Dika berlari mendekati sumber suara itu. “anggi….! Lo dimana Nggi??? Anggiiiiii…!!!” teriaknya.
“Rioo..” panggil salsa lemas. Ia terus terisak.
“Anggi????” Dika mengarahkan senternya ke lubang besar dimana sumber suara itu berasal.
Salsa meihat cahaya terang menyinari wajahnya. Ia menyipitkan matanya. “Riooo?? Apa itu lo?”
“Anggi, iya ini gue.” Dika segera turun kedalam lubang besar dimana Salsa berada. Iapun langsung mendekap Salsa ketika didapatinya Salsa sedang menangis. “lo ngga papa kan, Nggi?” tanyanya cemas.
“Rioo…” Salsa langsung menumpahkan tangisnya di bahu Dika. Ia tak bisa berkata-kata lagi. Tubuhnya benar-benar bergetar.
“tenang Nggi, ada gue disini. Kita harus segera keluar dari sini. Ayo.” Ujarnya sambil memapah salsa.
“kaki gue kekilir, Yo. Gue ngga bisa jalan. Sakit banget.” Rintih Salsa.
“ok. Lo tenang aja.” Dika bersiap-siap untuk memangku Salsa keluar dari lubang yang kebetulan dalamnya setara dengan dada Dika.
“lo mau ngapain?”
“mau mangku lo lah, ngapain lagi?”
“katanya badan gue beraat.” Ujarnya sambil masih terisak.
“udaaaah, jangan bawel.” Dika segera memangku Salsa dan mengangkatnya hingga Salsa terduduk di tepi lubang.
Setelah mendudukan salsa di tepi lubang, Dikapun menyusul dengan naik keluar dari lubang. Kemudian ia berdiri membersihkan tanah yang menempel di baju dan celananya.
“thanks ya, Yo. Ternyata dibalik sifat jelek lo yang sekarang, lo masih punya jiwa penolong. Dari awal gue yakin, kalo lo ngga sepenuhnya berubah.” Ujar Salsa di tengah bisingnya suara jangkrik hutan.
“kebetulan aja gue lewat. Kaki lo masih sakit, Nggi?” tersirat rasa cemas dibalik angkuhnya Dika.
“ngga tau, kalo digerakin dikit ja sakit banget.”
“kayaknya lo beneran kekilir deh. Ya udah, kita harus buru-buru keluar dari hutan sebelum larut malam.”
“tapi gimana caranya? Kaki gue kan masih sakit.” Timpal Salsa sedikit nyolot.
“lo tuh bener-bener ngerepotin ya? Hah” Dika berdecak. “ya udah, sini gue pangku lagi.”
“lo serius, Yo?” Tanya Salsa sambil membelalakan matanya.
“kebiasaan deh lo, ngga usah melotot kenapa sih? Iya, gue serius. Ngga usah bawel deh.” Tanpa basa-basi, Dika langsung membopong tubuh Salsa. Segala rasa ia buang. Yang ia pikirkan sekarang adalah cara untuk keluar dari hutan.
“Nggi, arahin senternya kedepan dong. Tangan gue kan susah.”
“iya, bawel.” Jawab Salsa sambil senyam-senyum. Baru kali ini sejak 10 tahun ia bisa melihat wajah Dika dari dekat lagi. Ia merasakan detak jantung Dika. Ia merasakan napas Dika yang terengah-engah.
“ngapain lo senyam-senyum sambil ngeliatin gue segala?” ternyata Dika menangkap gelagat Salsa. Salsapun segera memalingkan wajahnya. “lo kira gue ngga liat apa?”
“gue ngga nyangka aja, ternyata lo masih tau kebiasaan gue yang selalu melotot kalo kaget.”
“ngga usah Ge-eR deh..!” sanggah Dika. “kok bisa sih lo jatuh ke lobang? Si Rendy pahlawan lo sama si Aryo kemana emangnya?”
“gue ketinggalan waktu gue berhenti buat ngiket tali sepatu gue. Gue ngga berani nyuruh mereka nungguin gue sedangkan gue tau mereka lagi asik ngobrol.”
“ngheh!” desahnya singkat.
“kok ngheh? Trus kemana Nisa? Tadi kan lo sama Nisa.”
“gue tinggalin dia.” Jawab Dika datar.
“hah? Kok bisa? Kalo dia ngalamin kejadian kaya gue gimana? Lo tuh ngga bertanggung jawab banget sih jadi orang.”
“trus, gue harus ngebiarin lo teriak-teriak manggil nama gue sambil nangis, gitu?”
“waah.. jadi diem-diem lo masih perhatian ya sama gue.” Goda Salsa.
“ngga usah bawel deh.”
“kebiasaan deh, bentar-bentar ngomong bawel. Eh, Rio. Kalo lo cape mending berhenti dulu deh.”
“ini juga mau berhenti kok.” Dika lekas menurunkan Salsa dan mendudukannya di tanah.
Dika menggeliatkan tubuhnya kekanan dan kekiri.  Peluhnya mulai menetes dari pelipis matanya. Terlihat jelas bahwa Dika benar-benar lelah. Salsa terus memperhatikannya. Ada keinginan untuk menghapus keringat Dika, namun segera ia singkirkan jauh-jauh keinginan itu.
“Rio, kenapa dulu lo tiba-tiba menghilang?” Salsa diam sejenak. “lo pergi tanpa ngabarin gue. Gue kehilangan lo, Rio.” Ujar Salsa menerawang jauh ke masa lalu.
“sejak nyokap meninggal, gue pindah karna bokap gue bawa gue ke rumah barunya. Gue seneng. Tapi semua berubah. Ternyata rumah baru itu juga rumah yang ditempati istri barunya.” Dika tampak melamun seketika. “Kenapa gue jadi curhat. Udah ngga usah Tanya-tanya lagi.”
“dari awal gue udah yakin. Pasti ada sesuatu yang bikin lo berubah. Emang kenapa sih sama istri barunya bokap lo? Ada yang salah?”
“gue kan udah bilang, ngga usah Tanya-tanya lagi.”
“gue kangen lo yang dulu, Yo.”
“dulu sama sekarang tuh beda! Ngga usah bahas masa lalu lagi. Dan nga usah ngebandingin masa lalu dan sekarang. Dulu ya dulu, sekarang ya sekarang.” Tegas Dika sedikit membentak.
Dika kesal, ia hendak meninggalkan Salsa sendiri. Tapi ia ingat bahwa kaki Salsa terkilir. Mau tidak mau ia harus rela kembali membopong Salsa. Salsapun membiarkan Dika pergi karena ia yakin Dika pasti kembali. Dan ternyata benar. Dika berbalik dan mulai membopong Salsa tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
“asal lo tau, Rio.” Ungkap Salsa pelan.”walaupun lo berubah tapi sampai kapanpun gue akan nganggep lo temen gue. Sampai kapanpun.” Tegasnya.
Dika terus berjalan walaupun tertatih-tatih. Ia sama sekali tak merespon kata-kata Salsa. Tanpa terasa tampak cahaya jingga api dari kejauhan. Mereka sudah mendekati area perkemahan. Dika semakin mempercepat langkahnya.
“Anggi, gue minta. Setelah kita sampai ditempat perkemahan, anggap aja kita ngga saling kenal lagi.” Pinta Dika yang jelas-jelas memberatkan hati Salsa.
“tapi kan gue kenal elo, Mahardika Rioshan Rahandi.” Tegas Salsa.
“anggap aja kita emang ngga kenal, Salsabila Anggia Putri.” Jawab Dika sama tegasnya dengan Salsa.
Tak terasa akhirnya mereka sampai juga di area perkemahan. Semua teman-teman mereka serempak menghampiri mereka dan menanyai mereka dengan beribu pertanyaan. Rendy, Nisa, dan aryo yang ternyata sudah sampai disana lebih dulupun langsung mengintrogasi mereka. Salsa sibuk menjelaskan kepada guru pembimbing mereka. Namun Dika hanya diam kemudian pergi meninggalkan Salsa yang dikerumuni banyak orang. Salsa terus bercerita sambil terus memandangi kepergian Dika. Sialan si Rio, tega banget dia ngebiarin gue diinttrogasi kaya gini. Huhft! Gerutu Salsa dalam hati.
“ayo, Ca. gue papah lo ke tenda.” Tawar Rendy berbaik hati.
Dengan senang hati, Salsa menerima tawaran Rendy. Rendi menyilangkan tangan Salsa kebahunya dan mulai memapahnya. Mereka berjalan sembari bercanda. Salsa selalu bisa tertawa lepas ketika bersama Rendy. Semua beban yang ditanggungnya serasa hilang begitu saja ditelan suasana bahagianya dengan Rendy. Begitupun dengan Rendy yang memang sudah jatuh cinta pada Salsa sejak first sightnya.
Salsa sampai ditenda dibantu oleh Nisa.
“Nis, jaga baik-baik temen lo ya? Ntar ilang lagi.” Canda Rendy. “Ya udah, gue balik ketenda ya? Lo istirahat. Good Night!”
“Night too” jawab Salsa sembari tersenyum.
Dika memperhatikan mereka dari dalam tendanya. Raut wajahnya datar tanpa ekspresi.
Begitu Rendy pergi, Salsa lekas berbaring ditendanya. “hm” membuang napas.”Nis, maafin gue ya? Kayaknya gue gagal ngedeketin lo sama Ri… eh Dika.”
“ngga papa kok, lo tenang aja. Gue ngga bakalan marah. Gue tau kok kalo Dika emang susah dideketin. Mungkin gue harus nyerah.” Tanggapnya sedikit menyesal. “eh, Ca. tapi gue heran deh. Kok kayaknya lo sama Dika pernah deket ya?”
“hmm, ya. Lo bener. Gue emang pernah deket sama Dika. Tapi itu dulu,, sepuluh tahun yang lalu.” Curhatnya datar. “dia monkey love gue.”
“hah?” terkejut kemudian berpikir sejenak.”maksud lo, dia cinta monyet lo?”
“iya, tapii… udah lah ngga usah dibahas. Semuanya udah berubah.” Sanggah Salsa sambil tidur membelakangi Nisa.”gue cape, gue mau sleep. Don’t disturb me okay!”
“haaah, gaya lo. Mau tidur aja pake Be-Ingan segala.” Sahut Nisa yang kemudian tidur saling membelakangi.
bersambung..................

0 comments:

Post a Comment

Let's Leave a Comment Politely, Friends! ^_^