Aku terpaku memperhatikan layar kaca dihadapanku. Begitupun kedua orang tuaku.
Mereka ikut terpaku sepertiku. Yupz.. kami sedang menonton acara favorit kami
apalagi kalo bukan motor GP. Aku terus memperhatikan gerak-gerik salah satu pembalap dari
sekian banyaknya pembalap disana. Ia menjalankan motornya dengan kecepatan
tinggi. Ia lewati satu persatu pembalap disana. Garis finish hampir
dilewatinya. Keteganganku semakin memuncak ketika kulihat sipembalap itu hanya
tinggal menyalip satu lawannya. Daaaannnnn…. Yuhuuui!! Ia berhassil sampai
kegaris finish lebih dulu dari yang lain. Lagi-lagi ia memenangkan champion
ini.
“Yuhuuu! Yes!” aku berjingkrak
senang. Begitupun dengan kedua orang tuaku, mereka ikut senang.
“selamat ya sayang..” mama menciumku.
“mama ikut seneng, akhirnya Novalmu menang lagi.” Ucapnya memberiku selamat.
Aku tersenyum. “makasih ya mam.
Siapa dulu dong…. Novalnya Gia.” Ujarku membanggakan Noval.
“ah, papa bisa aja.” Aku
tersenyum malu.
Yupz! Siapa lagi calon suamiku
kalo bukan Andreanov Alvienra. Seorang pembalap terkenal yang selalu menyandang
juara dalam liga championnya. Selain keahliannya dalam dunia balap-membalap,
banyak orang yang juga terbius karena ketampanannya. Aku bangga sebagai
tunangannya. Bagiku ia kaya dalam segala hal baik itu materi, fisik, dan hati.
Namun yang paling aku suka darinya adalah kekayaan hatinya. Noval tak pernah
sombong dengan kemenangan yang selalu ia raih. Ia selalu bilang, semua
kemenangan itu bukan semata-mata karena kemampuannya tapi juga karena Tuhan dan
dukungan dari orang-orang terdekatnya. Itu yang membuatku semakin terpikat
padanya. Perfect!
Kuangkat gagang telepon rumah
dan mulai menekan beberapa digit nomor. Tuuut, tuuut… terdengar bunyi sambungan
pada nomor yang dituju. Beberapa saat aku menunggu belum ada jawaban.
“halo yank?” terdengar jawaban
dari seberang sana.
“selamat ya, sayang! Aku seneng
kamu menang lagi.” Sahutku langsung memberinya selamat. “kapan kamu balik ke
Indonesia? Aku udah kangen niih..” timpalku manja.
“iya iya.. nanti sore juga aku
udah terbang kesana. Sabar ya, yank. Aku pasti pulang kok.”
“ok! I will wait you my winner.”
“thanks, love you.”
“love you too. See you
tomorrow.”
“see you honey.”
Kuletakan kembali gagang telepon
pada tempatnya. Aku tersenyum. Semoga
besok benar-benar hari yang indah. Harapku membatin. Kemudian kulangkahkan
kaki menuju kedapur. Aku sibuk mempersiapkan menu untuk menyambut kedatangan
Noval besok. Hmm, aku akan membuatkannya his
favorit food.
*****
Kudengar bel rumahku berbunyi.
Aku bergegas menuju ke ruang tamu untuk membuka pintu. Aku yakin, itu pasti
Noval. Kupercepat langkah kakiku. Sesampainya di ruang tamu dengan segera
kubuka pintu.
“how are you?” ujarnya sembari
tersenyum padaku.
Kubalas senyumnya dengan senyum
termanisku. “fine.” Jawabku kemudian Segera ku salami punggung tangannya.
“masuk, aku udah masakin makanan kesukaan kamu tuh, special for you.” Tambahku
sambil menariknya masuk.
“mom n daddy mana?” Tanya Noval
sambil celingak-celinguk mencari yang ia tanyakan.
“maaaamm, paa! Noval datang
niiih....” seruku memanggil kedua orang tuaku.
Tak lama merekapun menghampiri
kami. Noval bergegas mencium punggung tangan kedua orang tuaku. Kamipun
berbincang begitu hangat. Noval memang sudah menganggap orang tuaku sebagai
orang tuanya. Begitupun dengan orang tuaku. Mereka menganggap Noval seperti
anaknya sendiri.
Seiring perbincangan kami, papa
mulai menanyakan kembali perihal keseriusan Noval untuk menikahiku. Dan jawaban
Noval benar-benar tidak mengecewakan. Ia malah meminta pernikahan kami semakin
dipercepat. Noval menginginkan pernikahan kami dilaksanakan minggu besok. Orang
tuakupun langsung menyetujuinya. Mengenai orang tua Noval, mereka sudah
menyerahkan segala keputusannya pada Noval. Kamipun setuju.
Untuk mempersiapkan pernikahan
kami, Noval mengajakku untuk memilih gaun pengantin. Dengan senang hati aku
tidak menolaknya. Hari-hari kami semakin sibuk mempersiapkan segala sesuatu yang
berhubungan dengan pernikahan kami.
*****
Waktu berjalan semakin cepat
semakin mendekati hari pernikahan kami. Yeah, tiga hari menjelang pernikahanku
dengan Noval. Segala macam tradisi adat telah kami laksanakan. Kami saling
dipingit satu sama lain. Tak satu orangpun memperbolehkan kami untuk bertemu.
Acara seperti ini memang sudah menjadi tradisi keluarga kami. Konon pingitan
ini dilakukan agar kedua mempelai dapat saling melepaskan rindunya pada saat
hari pernikahannya. Kami hanya bisa menuruti apa kata mereka.
Terdengar bunyi ringtone hpku, saat
terakhir milik ST 12. Nama Noval terpampang jelas dilayar hpku.
“kenapa yank? Kangen yaa?”
godaku ditelepon.
“em.. emng.. iya,. Yank, aku
ditelpon sama managerku.” Ujarnya gugup.
“kok gugup gitu sih? Emangnya
manager kamu bilang apa?” tanyaku mulai serius.
“final champion di Rusia, so aku
harus ke Rusia sore ini juga,.” Sahutnya datar.
“apa? Sore ini juga? Yank,
pernikahan kita kan tinggal tiga hari lagi.” Aku membantah.
“aku tau, yank. Tapi gimana lagi?
Aku bingung. Kalo aku ngga kesana, berarti aku didiskualifikasi dari champion
itu. Finalnya besok.”
Aku terdiam sejenak. “emmm,…,
tapi kamu pulang sebelum hari pernikahan kita kan?”
“iya, akuuu… pasti pulang.”
Jawabnya tidak meyakinkan.
Aku memaksa keluar dari pingitan
itu untuk bertemu dengan Noval. Orang tuaku menentang keras untuk bertemu namun
aku tetap memaksakan kehendakku. Akhirnya aku diizinkan untuk bertemu dengan
Noval setelah kuceritakan tentang rencana keberangkatan Noval ke Rusia.
Kami bertemu di Bandara. Begitu
melihatku, Noval langsung memelukku. Ia menangis. Entah apa yang membuatnya
menangis. Tak terasa akupun ikut menitikan air mata. Noval memandangku lekat.
Tatapan yang dingin, tidak sehangat biasanya.
“I will always love you…”
ujarnya setelah mencium dahiku.
“aku bakalan kangen sama kamu.
Pokonya kamu harus pulang sebelum hari pernikahan kita.” Kataku sedikit memaksa
sambil terisak.
“ok! Aku janji.” Jawabnya
sembari tersenyum. Senyum yang akan membuatku rindu.
“good luck! Be a winner.”
Dukungku memberinya semangat.
Ia hanya tersenyum. Kemudian
pergi. Aku memandangi punggungnya yang semakin menjauh. Kutunggu sampai pesawat
berlalu. Tak kuasa kubendung air mata yang sedari tadi mengintip dipelupuk
mataku.
*****
Hari ini adalah final champion
motor GP
dimana Noval kini bertarung keras untuk memperoleh kembali nobatnya sebagai
juara sejati. Aku dan keluargaku kembali terpaku menatap layar kaca dihadapan
kami. Tegang, cemas, takut semua bercampur menjadi satu. Seperti biasa Noval
kembali melewati lawannya. Tiga belas
lap sudah ia lalui, sekarang hanya tinggal lap terakhir. Semua lawan telah ia
lewati, kini ia berada paling depan dari pembalap lainnya. Ia melalui tikungan
terakhir mendekati garis finish. Kulihat Noval hanya tinggal beberapa puluh
meter dengan garis finish.
Aku tercekat. Mataku tidak
berkedip. Jantungku berhenti berdetak selama beberapa detik. Air mataku tumpah
seketika. Entah air mata duka atau bahagia.
Orangtuaku menatapku kemudian mereka mendekapku.
Noval terjatuh dengan motornya.
Ia terlempar hebat hingga melewati garis finish. Semua penonton bersorak entah
itu sorakan duka atau kemenangan. Beberapa tim segera menyelamatkan Noval dan
segera membawanya kerumah sakit. Noval kembali menjadi juara sejati seiring terlemparnya
ia dengan motornya hingga melewati garis finish.
Aku belum mengeluarkan sepatah
katapun. Aku terus memandangi layar kaca sambil terus menitikan air mata. Aku
berlari mengambil telepon, kutelepon manager Noval. Ia menjelaskan peristiwa
itu.
“now, we’re take his to the
hospital. And we’re on the way to the hospital. I’am..……” jelas managernya yang
tiba-tiba gugup. Terdengar suara gemerisik diseberang telepon. Kudengar mereka
memanggil-manggil nama Noval.
“why? Why you call his name like
that? Why? What happened with him?” aku terus menanyainya.
“ang.. mm, he is.. he is.. I’m
sorry to hear that, he is…. pass away.”
“no.. you’re lie…” aku menjerit
histeris. “Novaaaal, kamu udah janji mau pulang sebelum hari pernikahan kita.
Tapi kenapa kamu ingkari janji kamu?” tangisku meledak.
Aku tak percaya bahwa pertemuan
kami di bandara akan menjadi pertemuan terakhir kami. Dan Aku takan pernah bisa
percaya bahwa ungkapan rasa sayangnya di bandara adalah ungkapan rasa sayangnya
padaku untuk yang terakhir. Aku
benar-benar tak bisa mempercayai kepergiannya. Noval memang telah memenuhi
janjinya untuk menjadi pemenang sejati. Namun ia tak memenuhi janjinya untuk
kembali padaku sebelum hari pernikahan kami.
Jasadnya tiba di Indonesia bersamaan
dengan hari yang ia tetapkan untuk pernikahan kami. Kini, aku hanya bisa
memandangi wajahnya yang tanpa ekspresi. Diam, dingin seperti es. Aku tak bisa
melihatnya tersenyum kembali. Tak ada lagi senyum yang menghangatkan. Tak
adalagi nobat my winner, tak ada lagi sang pemenang sejati pemenang hatiku
untuk selamanya. Sirna sudah segalanya.
THE
END
Oleh : Julia Puspitasari (JP)
0 comments:
Post a Comment
Let's Leave a Comment Politely, Friends! ^_^