I Will Run to Get back My Monkey Love Part 3
Diketik dan direkayasa ulang dari FTV Siang SCTV
oleh: Julia Puspitasari
.......................
Siang berganti malam. Semua peserta camping dikumpulkan kembali
melingkari api unggun. Seabrek permainan akan segera dilaksanakan untuk
meningkatkan rasa kesolideritasan mereka.
Sebagian dari peserta mencoba menggosok-gosokan kedua tangannya
untuk menetralisir dingin yang berhembus kekulit mereka malam itu. Begitupun
dengan Salsa dan Nisa. Mereka mengenakan syal dileher mereka masing-masing.
“anak-anak! Malam ini saya akan mengadakan permainan. Lewat
permainan ini kalian ditantang untuk memadukan rasa social dan ilmu pengetahuan
yang kalian dapat di sekolah. Permainanya adalah pengembaraan. Setiap regu
harus mencari tanda atau jejak sesuai dengan warna regu kalian. Setiap jejak
arah, kami memasang bendera yang sesuai dengan warna regu kalian. Dan kalian
harus mengambilnya. Setelah kalian mendapatkan bendera itu, kalian harus menulis
jawaban dari soal yang tertera di bendera tersebut. Nah, kalian mengerti?”
amanat Pa Andre panjang lebar. Disertai dengan teriakan para peserta pertanda
bahwa mereka mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Pa Andre. “regunya seperti
regu yang tadi siang dibacakan oleh Bu Fatma. Dan ingat kalian yang sampai
garis finish lebih dulu itulah regu yang menjadi juara. Tapi, dengan syarat
kelompok kalian harus lengkap itu artinya kalian harus menjaga anggota kelompok
kalian agar tidak ada yang tertinggal.”
Pa Andre terus memberi amanat panjang lebar seperti mencari luas
persegi panjang. Dan akhirnya kelompok yang dipimpin oleh Dika mendapat bagian
warna merah. Merekapun memulai pengembaraannya di tengah gelapnya hutan
belantara. Dika, Aryo, Rendy, Salsa dan Nisa masing-masing memegang senter
untuk menerangi jalan. Mereka terus mengarahkan senternya kesetiap sudut atau
pohon yang ada. Ditengah keheningan mereka, terkadang terdengar suara tepukan
tangan untuk membunuh nyamuk yang menggigit mereka.
“waaaah, parah nih. Banyak nyamuk. Mana nyamuknya nyamuk hutan
lagi!” gerutu Aryo yang sedari tadi menggaruk-garuk bagian tubuhnya yang
terkena gigitan nyamuk.
“ya iyalah, namanya juga di hutan. Kalo di rumah namanya lain lagi
dong, jadi nyamuk rumah.” Timpal Rendy menanggapi gerutuan Aryo. Dika hanya
diam tak menanggapi gerutuan temannya.
“uuuh, kenapa sih harus ada pengembaraan segala?, bikin Bt deh.”
Gerutu Nisa juga. Tampak rasa khawatir bercampur takut diwajahnya.
“udah deeeh, dinikmati aja. Lagian ini kan pengalaman buat kita.”
Ujar Salsa.
Mereka hening seketika. Tiba-tiba terdengar suara kaki terpeleset.
“aduh!” rintih Nisa ketika kakinya terpeleset kedalam lobang. Dika,
aryo, Salsa dan Rendypun langsung berbalik menengok Nisa.
“Nis! Lo ngga papa?” Tanya
Salsa panic. “coba angkat kaki lo, sini gue bantu.”
“aduuuuh, kaki gue ngga bisa digerakin. Kaki gue kraaam.” Nisa mulai
menangis. Salsa tampak panic.
“coba pelan-pelan. Pasti bisa.” Tambah Rendy dengan menarik tangan
Nisa. Namun Nisa tetap tidak kuasa menggerakan kakinya.
“iya Nis, coba pelan-pelan deh.” Timpal Aryo yang juga mulai panic.
“heh! Dika.. bantuin dooong. Jangan diem aja kaya patung lo. Mana
sih rasa social lo, ngheh?” bentak Salsa yang mulai gerah melihat Dika yang
sedari tadi diam tak bertindak.
“lagian salah dia sendiri, jalan ngga hati-hati.” Umpatnya sambil
membantu mengangkat tubuh Nisa.
Kaki Nisapun sudah mulai bisa digerakan. Salsa merasa tenang setelah
akhirnya kaki Nisa bisa keluar dari lubang. Nisa masih merintih kesakitan,
namun disamping rasa sakitnya ia merasa senang karena Dika mau menolongnya.
Mereka kembali meneruskan pengembaraan setelah Nisa tidak merasa sakit lagi.
“hah, kalo kaya gini caranya. Gimana kita mau menang?” sesal Dika
datar.
“egois banget sih lo!” sentak Rendy pada Dika.
“heh! Bendera kita warna merah kan?” Tanya Salsa sambil mengarahkan
senternya kesebuah pohon.
“iya, kenapa?” jawab Aryo sambil balik bertanya.
“yupz. Berarti bener. Coba liat deh! Itukan bendera warna merah.”
Sahut salsa sembari menunjuk kearah yang ia senteri.
Pandangan mereka langsung tertuju pada arah yang Salsa tunjuk.
“tapi tinggi. Gimana cara ngambilnya?” sesal Salsa.
“aaah, kalo masalah beginian mah, serahin aja sama Aryo.” Ujar Aryo
membanggakan dirinya. Iapun mencoba mengambil bendera yang tertancap dipohon
dengan menyenggol-ngenggolkan batang pohon yang agak panjang. Namun tidak
berhasil.
“ah, elo Yo. Gimana sih? Katanya bisa.” Ledek Rendy yang langsung
membuat Aryo malu.
“heh, Ca. Sini, gue gendong lo.” Ujar Dika masih dengan juteknya.
“hah??? Kenapa harus gue sih?” Caca nyolot tak terima.
“kalo bukan lo siapa lagi? Masa gue harus ngangkat si Rendy atau
Aryo yang jelas-jelas berat badannya lebih dari lo?! Dan lo juga tau kan, kalo
Nisa kakinya sakit?” jelas Dika sedikit membentak. “udah, sini cepetan!”
“tapiii…” salsa ragu, namun Dika langsung menarik tangannya mendekat
ke pohon yang dituju.
“bawel deh lo.” Sentak Dika. Kemudian ia langsung mengangkat tubuh
Salsa.
Terlihat jelas rintihan diwajahnya. Namun, ia tetap mempertahankan
tangannya untuk tidak melepaskan tubuh Salsa.
“berat banget sih, lo.” Ujar Dika sambil terus mempertahankan
posisinya.
“salah lo, mau-maunya gendong gue.” Timpal Salsa sembari terus
mencoba mencabut bendera yang tertancap dipohon. “yapz, dapet! Udah, turunin
gue.”
Dika menurunkan Salsa. Rendy, Aryo, dan Nisapun bertepuk tangan
karena senang telah mendapatkan bendera.
“Percuma tepuk tangan, kita ngga bakalan menang.” Ujar Dika
tiba-tiba.
“Heh! Yang dibutuhin sekarang tuh bukan kalah atau menang, tapi
kebersamaan dan solideritas kita. Jangan egois doong!” bentak Rendy pada Dika.
“kok lo nyolot sih?” sahut dika mulai emosi.
“iya! Kenapa emangnya kalo gue nyolot! Gue Cuma mau ngingetin lo
yang ngga punya rasa soloderitas. Selalu pengen menang tapi ngga punya rasa
social.”
“jaga mulut lo ya?” Dika mulai menarik kerah jaket Rendy. Suasana
memanas. Tangan Dika terlihat sudah bersiap-siap untuk menghajar Rendy.
Salsa yang melihat gelagat buruk Dikapun langsung mnengahi mereka.
Salsa melepaskan tangan Dika dari kerah jaket Rendy. Merekapun berhenti namun
terus saling memandang seperti pandangan seekor macan dan harimau yang siap
bertarung.
“Dika, apa yang Rendy bilang
tuh emang bener. Lo harusnya mikir.” Tegas Salsa membenarkan ucapan Rendy.
“hah, lo sama Rendy emang sama aja.”
“lo bener-bener udah berubah ya? Gue ngga kenal elo yang sekarang.
Mana elo yang dulu? Yang masih punya jiwa social walau sikap lo dingin.”
“dulu sama sekarang itu beda. Ngga usah bahas-bahas lagi masa lalu.”
Bentak Dika yang kemudian pergi meninggalkan anggota kelompoknya.
“Dika! Tunggu! Aku ikut kamu.” Teriak Nisa sambil terpincang-pincang
mengejar Dika.
Kini hanya tinggal Salsa, Rendy, dan Aryo. Mereka saling menatap.
Antara marah, bingung, khawatir.
“udah, biarin aja. Kita kan masih bertiga. Lanjutin aja perjalanan.”
Kata Salsa menenangkan.
Merekapun terus berjalan menyusuri setapak demi setapak jalan
diantara pepohonan yang rimbun. Rendy dan Aryo terus berbincang membicarakan
sikap Dika yang egois. Salsa mengikuti mereka dibelakang. Salsa berhenti
sejenak untuk membenarkan tali sepatunya yang terlepas dari ikatan. Ia tak
sempat memberi tahu Rendy dan Aryo untuk menunggunya karena ia takut mengganggu
perbincangan mereka. Saking asiknya mereka mengobrol, merekapun tidak menyadari
bahwa Salsa sudah tertinggal jauh dibelakangnya.
“iya kan, Ca?” Tanya Aryo yang mengira Salsa ada dibelakangnya.
Merekapun berbalik dan mulai panic ketika mendapati salsa tidak bersama mereka.
“Yo, Salsa mana?” Tanya rendy panic. Aryopun ikut panic. Akhirnya
mereka memutuskan kembali kejalan sebelumnya untuk mencari Salsa.
Salsa usai mengikat tali sepatunya. Kemudian ia bergegas berdiri.
Namun ia mendapati dirinya hanya sendiri disana. Salsa panic. Ia mulai
mencari-cari Rendy dan Aryo sambil meneriakan nama mereka.
“Rendy..! Rendy..! kok gue ditinggalin, sih. Reeend, Rendyyyy!”
keringat dingin mulai membanjiri dahi dan tubuhnya. Ia takut, cemas, dan
khawatir ada binatang buas yang mendekatinya. “Rendyyyyy…! Kalian dimana
siih??!” tak terasa air mata mulai membasahi pipinya. “ Ya Tuhaaan, gue harus
kemanaaa?”
Salsa terus berjalan menyusuri jalan-jalan setapak yang ia tidak
ketahui. Iapun berjalan tanpa arah. Lama-kelamaan senternya mulai meredup
karena baterainya habis. Salsa semakin panic, tubuhnya gemetar hebat. Ia
kembali diingatkan masa lalunya yang menimpa kakaknya karena gelap. Phobia
gelapnya mulai kambuh kembali ketika ia mengingat masa lalunya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~GLEP~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Senternya benar-benar mati. Kepanikannya semakin menjadi. Salsa hanya
bisa menangis sambil berjalan hati-hati karena suasana yang benar-benar gelap.
Tiba-tiba ia terjerembab kedalam lubang.
“aaaa…!” teriak salsa. “toloooong…!” ia terus berteriak minta
tolong. Ia sudah benar-benar tidak bisa melihat apa-apa lagi karena gelap.
Disaat seperti ini ia hanya mengingat satu nama. “Riooooo, lo dimanaaa.”
Teriaknya sambil terisak.
Dika terus berjalan tanpa bertegur sapa atau berbincang dengan Nisa
yang sedari dati mencoba menjejeri langkahnya.
“Dik, kayanya kita udah lewat jalan ini deh. Jangan-jangaan…. Wah
kita beneran nyasar Dik!” ujar Nisa yang mulai merasa tak asing dengan jalan yang
dilaluinya.
“sial! Kita beneran nyasar.” Umpat Dika sedikit menggerutu. Dika
menghentikan langkahnya ketika ia tiba-tiba mendengar seseorang memanggil nama
Rio sambil terisak. Ia merasa terpanggil. Dika benar-benar mengenali suara itu,
suara yang sama yang pernah memanggilnya dimasa kecilnya.
“Anggi???.” Ia menerka-nerka suara orang itu. Ia tajamkan
pendengarannya.
“Dik, kaya ada orang minta tolong deh.” Nisa mulai takut. Ia
mendekatkan dirinya dengan Dika.
“iya, itu Anggi!!!!” secepat kilat Dika berlari mendekati sumber
suara itu. “anggi….! Lo dimana Nggi??? Anggiiiiii…!!!” teriaknya.
“Rioo..” panggil salsa lemas. Ia terus terisak.
“Anggi????” Dika mengarahkan senternya ke lubang besar dimana sumber
suara itu berasal.
Salsa meihat cahaya terang menyinari wajahnya. Ia menyipitkan
matanya. “Riooo?? Apa itu lo?”
“Anggi, iya ini gue.” Dika segera turun kedalam lubang besar dimana
Salsa berada. Iapun langsung mendekap Salsa ketika didapatinya Salsa sedang
menangis. “lo ngga papa kan, Nggi?” tanyanya cemas.
“Rioo…” Salsa langsung menumpahkan tangisnya di bahu Dika. Ia tak
bisa berkata-kata lagi. Tubuhnya benar-benar bergetar.
“tenang Nggi, ada gue disini. Kita harus segera keluar dari sini.
Ayo.” Ujarnya sambil memapah salsa.
“kaki gue kekilir, Yo. Gue ngga bisa jalan. Sakit banget.” Rintih
Salsa.
“ok. Lo tenang aja.” Dika bersiap-siap untuk memangku Salsa keluar
dari lubang yang kebetulan dalamnya setara dengan dada Dika.
“lo mau ngapain?”
“mau mangku lo lah, ngapain lagi?”
“katanya badan gue beraat.” Ujarnya sambil masih terisak.
“udaaaah, jangan bawel.” Dika segera memangku Salsa dan
mengangkatnya hingga Salsa terduduk di tepi lubang.
Setelah mendudukan salsa di tepi lubang, Dikapun menyusul dengan
naik keluar dari lubang. Kemudian ia berdiri membersihkan tanah yang menempel
di baju dan celananya.
“thanks ya, Yo. Ternyata dibalik sifat jelek lo yang sekarang, lo
masih punya jiwa penolong. Dari awal gue yakin, kalo lo ngga sepenuhnya
berubah.” Ujar Salsa di tengah bisingnya suara jangkrik hutan.
“kebetulan aja gue lewat. Kaki lo masih sakit, Nggi?” tersirat rasa
cemas dibalik angkuhnya Dika.
“ngga tau, kalo digerakin dikit ja sakit banget.”
“kayaknya lo beneran kekilir deh. Ya udah, kita harus buru-buru
keluar dari hutan sebelum larut malam.”
“tapi gimana caranya? Kaki gue kan masih sakit.” Timpal Salsa
sedikit nyolot.
“lo tuh bener-bener ngerepotin ya? Hah” Dika berdecak. “ya udah,
sini gue pangku lagi.”
“lo serius, Yo?” Tanya Salsa sambil membelalakan matanya.
“kebiasaan deh lo, ngga usah melotot kenapa sih? Iya, gue serius.
Ngga usah bawel deh.” Tanpa basa-basi, Dika langsung membopong tubuh Salsa.
Segala rasa ia buang. Yang ia pikirkan sekarang adalah cara untuk keluar dari
hutan.
“Nggi, arahin senternya kedepan dong. Tangan gue kan susah.”
“iya, bawel.” Jawab Salsa sambil senyam-senyum. Baru kali ini sejak
10 tahun ia bisa melihat wajah Dika dari dekat lagi. Ia merasakan detak jantung
Dika. Ia merasakan napas Dika yang terengah-engah.
“ngapain lo senyam-senyum sambil ngeliatin gue segala?” ternyata
Dika menangkap gelagat Salsa. Salsapun segera memalingkan wajahnya. “lo kira
gue ngga liat apa?”
“gue ngga nyangka aja, ternyata lo masih tau kebiasaan gue yang selalu
melotot kalo kaget.”
“ngga usah Ge-eR deh..!” sanggah Dika. “kok bisa sih lo jatuh ke
lobang? Si Rendy pahlawan lo sama si Aryo kemana emangnya?”
“gue ketinggalan waktu gue berhenti buat ngiket tali sepatu gue. Gue
ngga berani nyuruh mereka nungguin gue sedangkan gue tau mereka lagi asik
ngobrol.”
“ngheh!” desahnya singkat.
“kok ngheh? Trus kemana Nisa? Tadi kan lo sama Nisa.”
“gue tinggalin dia.” Jawab Dika datar.
“hah? Kok bisa? Kalo dia ngalamin kejadian kaya gue gimana? Lo tuh
ngga bertanggung jawab banget sih jadi orang.”
“trus, gue harus ngebiarin lo teriak-teriak manggil nama gue sambil
nangis, gitu?”
“waah.. jadi diem-diem lo masih perhatian ya sama gue.” Goda Salsa.
“ngga usah bawel deh.”
“kebiasaan deh, bentar-bentar ngomong bawel. Eh, Rio. Kalo lo cape
mending berhenti dulu deh.”
“ini juga mau berhenti kok.” Dika lekas menurunkan Salsa dan
mendudukannya di tanah.
Dika menggeliatkan tubuhnya kekanan dan kekiri. Peluhnya mulai menetes dari pelipis matanya.
Terlihat jelas bahwa Dika benar-benar lelah. Salsa terus memperhatikannya. Ada
keinginan untuk menghapus keringat Dika, namun segera ia singkirkan jauh-jauh
keinginan itu.
“Rio, kenapa dulu lo tiba-tiba menghilang?” Salsa diam sejenak. “lo
pergi tanpa ngabarin gue. Gue kehilangan lo, Rio.” Ujar Salsa menerawang jauh
ke masa lalu.
“sejak nyokap meninggal, gue pindah karna bokap gue bawa gue ke
rumah barunya. Gue seneng. Tapi semua berubah. Ternyata rumah baru itu juga
rumah yang ditempati istri barunya.” Dika tampak melamun seketika. “Kenapa gue
jadi curhat. Udah ngga usah Tanya-tanya lagi.”
“dari awal gue udah yakin. Pasti ada sesuatu yang bikin lo berubah.
Emang kenapa sih sama istri barunya bokap lo? Ada yang salah?”
“gue kan udah bilang, ngga usah Tanya-tanya lagi.”
“gue kangen lo yang dulu, Yo.”
“dulu sama sekarang tuh beda! Ngga usah bahas masa lalu lagi. Dan
nga usah ngebandingin masa lalu dan sekarang. Dulu ya dulu, sekarang ya
sekarang.” Tegas Dika sedikit membentak.
Dika kesal, ia hendak meninggalkan Salsa sendiri. Tapi ia ingat
bahwa kaki Salsa terkilir. Mau tidak mau ia harus rela kembali membopong Salsa.
Salsapun membiarkan Dika pergi karena ia yakin Dika pasti kembali. Dan ternyata
benar. Dika berbalik dan mulai membopong Salsa tanpa mengeluarkan sepatah
katapun.
“asal lo tau, Rio.” Ungkap Salsa pelan.”walaupun lo berubah tapi
sampai kapanpun gue akan nganggep lo temen gue. Sampai kapanpun.” Tegasnya.
Dika terus berjalan walaupun tertatih-tatih. Ia sama sekali tak
merespon kata-kata Salsa. Tanpa terasa tampak cahaya jingga api dari kejauhan.
Mereka sudah mendekati area perkemahan. Dika semakin mempercepat langkahnya.
“Anggi, gue minta. Setelah kita sampai ditempat perkemahan, anggap
aja kita ngga saling kenal lagi.” Pinta Dika yang jelas-jelas memberatkan hati
Salsa.
“tapi kan gue kenal elo, Mahardika Rioshan Rahandi.” Tegas Salsa.
“anggap aja kita emang ngga kenal, Salsabila Anggia Putri.” Jawab
Dika sama tegasnya dengan Salsa.
Tak terasa akhirnya mereka sampai juga di area perkemahan. Semua
teman-teman mereka serempak menghampiri mereka dan menanyai mereka dengan
beribu pertanyaan. Rendy, Nisa, dan aryo yang ternyata sudah sampai disana
lebih dulupun langsung mengintrogasi mereka. Salsa sibuk menjelaskan kepada
guru pembimbing mereka. Namun Dika hanya diam kemudian pergi meninggalkan Salsa
yang dikerumuni banyak orang. Salsa terus bercerita sambil terus memandangi
kepergian Dika. Sialan si Rio, tega
banget dia ngebiarin gue diinttrogasi kaya gini. Huhft! Gerutu Salsa dalam
hati.
“ayo, Ca. gue papah lo ke tenda.” Tawar Rendy berbaik hati.
Dengan senang hati, Salsa menerima tawaran Rendy. Rendi menyilangkan
tangan Salsa kebahunya dan mulai memapahnya. Mereka berjalan sembari bercanda.
Salsa selalu bisa tertawa lepas ketika bersama Rendy. Semua beban yang
ditanggungnya serasa hilang begitu saja ditelan suasana bahagianya dengan
Rendy. Begitupun dengan Rendy yang memang sudah jatuh cinta pada Salsa sejak first sightnya.
Salsa sampai ditenda dibantu oleh Nisa.
“Nis, jaga baik-baik temen lo ya? Ntar ilang lagi.” Canda Rendy. “Ya
udah, gue balik ketenda ya? Lo istirahat. Good Night!”
“Night too” jawab Salsa sembari tersenyum.
Dika memperhatikan mereka dari dalam tendanya. Raut wajahnya datar
tanpa ekspresi.
Begitu Rendy pergi, Salsa lekas berbaring ditendanya. “hm” membuang
napas.”Nis, maafin gue ya? Kayaknya gue gagal ngedeketin lo sama Ri… eh Dika.”
“ngga papa kok, lo tenang aja. Gue ngga bakalan marah. Gue tau kok
kalo Dika emang susah dideketin. Mungkin gue harus nyerah.” Tanggapnya sedikit
menyesal. “eh, Ca. tapi gue heran deh. Kok kayaknya lo sama Dika pernah deket
ya?”
“hmm, ya. Lo bener. Gue emang pernah deket sama Dika. Tapi itu
dulu,, sepuluh tahun yang lalu.” Curhatnya datar. “dia monkey love gue.”
“hah?” terkejut kemudian berpikir sejenak.”maksud lo, dia cinta
monyet lo?”
“iya, tapii… udah lah ngga usah dibahas. Semuanya udah berubah.”
Sanggah Salsa sambil tidur membelakangi Nisa.”gue cape, gue mau sleep. Don’t disturb me okay!”
“haaah, gaya lo. Mau tidur aja pake Be-Ingan segala.” Sahut Nisa
yang kemudian tidur saling membelakangi.
bersambung..................
0 comments:
Post a Comment
Let's Leave a Comment Politely, Friends! ^_^