Awal hari yang suram. Baru sampai gerbang depan,
pagi-pagi sudah disuguhi komat-kamit kaum hawa yang nggak enak didenger kuping.
Bukan Cuma komat-makit biasa yang didenger, yang bikin cowok satu ini tersenyum
sinis ya apalagi kalau bukan gossip Vioni + Chiko = ….. mereka bilang
jawabannya “jadian”. Euh… hated word.
Pikir Vito meringis. Ia mulai pusing dengan kasak-kusuk yang ada. Enough! Life must go on. Pikirnya lagi
sambil melenggang menjauhi kerumunan nona-nona yang lagi sibuk ngomongin orang.
Berharap hari ini tak seburuk yang ia kira, Vito
berjalan sambil sesekali menendangi kerikil bulat yang ia jumpai di jalan. Semua kan baru gossip, bisa aja itu Cuma
kabar burung dari orang-orang yang nggak bertanggung jawab. Batin kecilnya
sibuk menerka-nerka. Vito terus melangkah semakin dekat ke koridor sekolah. Aish… sial.Ia berpapasan dengan cowok
cool yang akhir-akhir ini sedang ia ketusi. Siapa lagi kalau bukan Chiko
Andriovan. Tapi ia tetap memasang wajah cool
dan easy.
Kira-kira setengah meter jarak mereka. Seperberapa
detik mereka hanya melihat satu sama lain dengan ekspresi saling diam. Kemudian
berlalu tanpa sepatah katapun yang tertinggal.
“Vito, Vit..!” Sapa salah satu temannya sambil menepuk
bahu Vito.
“Eh, elo Bim.. Ada apaan nih tiba-tiba manggil-manggil
gue di pagi buta begini.”
“Tu ceweek… yang waktu itu lo kirimin puisi di mading
itu…. Siapa ya namanya?? Ni..ni… siapa sih?”
“Vioni.” Tanggap Vito sigap. “emang kenapa sama Vioni?
Lo naksir juga?” tanya Vito diiringi pelototannya.
“Ya kagak lah sob..kan gue tau kalau si Vioni itu
gebetan lo.” Kilah Bimbo menjauhi pelototan Vito. “Emang beneran ya? Vioni
jadian sama si cowok yang papasan sama lo tadi? Maksud gue sama si Chiko anak
ekskul basket itu?”
“Mana gue tau… kali aja itu berita burung. Nggak usah
kebawa arus deh lo. Kaya emak-emak yang lagi kepo aje.”
“La Busyet… Gua dikatain mirip emak-emak! Orang cakep
begini kok.” Logat betawinya mulai kental.
“Abis lo bawel sih. Jadi cowok tuh nggak usah bawel,
ilang jati diri lo sebagai cowok nanti.”
“La kan emansipasi cowok sob. Hehee”
“Terserah lo deh. Susah ngomong sama lo mah.”
Beberapa pijakan tangga sudah mereka lalui. Akhirnya
mereka sampai pada tujuan langkah mereka. Tapi bukan sampai di kelas. Vito
malah berhenti di depan pintu kelasnya yang langsung menghadap ke Circle Garden
tepat di bawahnya. Ia menatap sekumpulan cewek yang lagi asik bercengkrama di
kursi taman.
Dibalik itu Yoni sibuk curhat sambil ngomel-ngomel
sama sahabatnya. Diantara Jean dan Krisa, hanya Krisa yang menjadi sasaran
omelannya. Yoni sebel karena harus menghadapi kicauan nona-nona seantero
sekolahnya hanya karena gossip jadiannya sama Chiko yang nggak bener. Alhasil
Yoni diam seribu bahas setelah ia meluapkan kekesalannya pada kedua sahabatnya.
“Sorry sorry deh Yon… Waktu itu gue kan nggak sengaja.
Lo tau sendiri kan kalau mulut gue tuh susah dikontrol kalau udah dapet berita
heboh. Udah gitu ditambah ketelmian gue. Maafin gue ya, Yon.” Sesal Krisa
murung.
“Lagian lo juga harusnya udah mulai bisa ngontrol
omongan lo Sa. Begini-begini ntar lama-lama bisa jadi fitnah besar loh. Lidah
itu bisa meluluh lantahkan segalanya. Perang bisa disebabkan karena satu lidah
yang tak bertanggung jawab. Sifat manusia kan beda-beda. Ada yang acuh sama
omongan orang, ada juga yang peduli bahkan malah ngebesar-besarin omongan
orang. Bahaya, Sa.” Jean menambahkan dengan segelintir ceramahnya. Sedangkan
Yoni hanya diam sedari tadi. Entah melayang kemana pikirannya.
“Vioni.. Gue bener-bener minta maaf ya? Gue tau betapa
begonia gue.” Krisa semakin menyalahkan dirinya.
“Krisa, yang dibilang Jean tadi itu bener.. Lo harus
udah mulai bisa ngontrol lidah lo. Tapi lo nggak usah khawatir, gue cuma shock
aja kok. Apapun kesalahan lo pasti gue maafin. Temen mana lagi yang bisa
mengampuni kesalahan temennya selain sahabatnya. Tuhan aja maha pengampun,
kenapa gue enggak?” tanggap Yoni bijak. “Yang jadi masalahnya sekarang……” belum
sempat Yoni menyelesaikan perkataannya, seseorang memanggilnya dari arah
lapangan basket.
“Vioni…!” Teriak Chiko sambil memegang bola basket.
“Hmmm, objek masalah dating tuh! Samperin aja tuh
Yon.” Ujar Jean merasa terganggu.
“Ganggu aja deh tu orang!” Krisa menimpali.
“Ngapain sih tu orang? Tu orang kayaknya sengaja mau
memperkeruh suasana.” Yoni kesal.
Chiko kesal panggilannya tak ditanggapi. Ia mendribel
bola yang sudah ditentengnya kemudian… “Vioniiii… Lo budeg ya???” sambil
melemparkan bola basketnya ke arah Yoni. Untunglah Yoni berhasil menghindar
dari terjangan bola basketnya.
“Eh.. Lo tuh ya?!!!!!” amarah Yoni mulai meledak. Ia
ambil bola basket Chiko kemudian berjalan cepat ke arah sang pemilik bola.
“maksud lo apa sih?” sentaknya sambil melemparkan kembali bola basket yang
langsung ditangkap oleh si pemiliknya. “lo sengaja mancing emosi gue?”
“Lo sendiri dipanggil malah cuek..” Sergah Chiko
lantang.
“Ya terus mau lo apa sekarang?”
“Gue cuma mau tau siapa yang nyebarin gossip burung
ini. Ogah banget gue digosipin sama lo begini”
“Mana gue tau! Lo kira gue mau digosipin sama orang
senyebelin lo? Sumpah! Enek gue dengernya!” Yoni berkacak pinggang.
Mereka terus berdebat perihal gossip yang sedang
menyerbu mereka. Serasa jadi selebritis padahal cuma anak-anak OSIS biasa.
Seseorang memperhatikan gerak-gerik mereka dari lantai dua. Sambil diiringi
senyum coolnya. Sepertinya, apa yang ia dengar dari kasak-kusuk itu sama sekali
nggak bener. Buktinya Vito melihat gerak-gerik mereka yang tak akur. Setidaknya
Vito mulai dapat bernafas lega.
@_@
Siang terik ini membuat Yoni semakin menggerutu tak
karuan. Untuk menghilangkan penat atas berbagai masalah yang ia hadapi, seusai
sekolah ia berencana jalan-jalan ke Book
Store demi memenuhi hasrat membaca dan menulisnya.
Bel pulang sudah terdengar. Ia melangkah cepat ke arah
halte takut-takut ketinggalan bis lagi. Ia sempat meminta kedua sahabatnya
untuk menemaninya tapi kedua sahabatnya menolak karena mereka tau Yoni pasti
butuh ketenangan, dan ketenangan itu hanya akan dia peroleh jika dia sendiri.Yes! Pekik Yoni senang karena ia tak
lagi tertinggal bis.
Yoni sampai di Toko Buku sambil membuang nafas lega
setelah berhasil keluar dari himpitan orang-orang yang berjejalan di bis. Bau
tubuhnya hampir menyatu dengan bis tadi. Hamper saja ia pingsan dengan bau
mesin bis bercampur keringat penumpang lainnya yang berhimpitan dengannya.
Namun akhirnya semua kepenatan itu hilang ditembus angin segar di dalam Toko
Buku. (AC maksudnya). Suasana senyap, segar, tenang mengubah kekesalan Yoni
hari ini menjadi sebuah nuansa indah dan nyaman. Lantas ia mulai berkeliling
mencari satu rak berisikan buku-buku dengan tema Real Love Story. Ia ambil satu buku dengan judul menarik Mendaki Mahameru Bersama Cinta.Ia baca
sinopsisnya sambil berjalan menuju ruangan khusus membaca yang lebih nyaman dan
hanya berdinding kaca. Sehingga dari dalam ruangan itu ia bisa melihat
gerak-gerik pengunjung yang sedang memilah-milih buku.
Tampak hanya ada beberapa orang di ruangan itu. Dua
perempuan seusianya berada di meja paling ujung. Seorang lelaki paruh baya satu
baris lebih maju di depan dua perempuan tadi. Dan seorang lelaki yang
ciri-cirinya beum diketahui karena Yoni hanya melihat punggungnya. Yoni memilih
duduk satu baris lebih kesamping dari kedua perempuan tadi yang tak lain
bersebrangan dengan lelaki yang hanya ia lihat punggungnya itu.
Suasana hening, sesekali terdengar batukan kecil dari
lelaki paruh baya tadi. Never mind, it
stil comfortable. Yoni mulai membuka lembaran cerita buku tersebut.
Tiba-tiba terdengar deheman kecil dari lelaki di seberangnya. Whatever. Yoni tak mengiraukannya.
“Ekhm. Belum pernah ke Mahameru ya?” Tanya lelaki itu dengan nada pelan.
Yoni mendongak. Ia melihat senyum lelaki itu
mengembang. Sedikit mengejutkan Yoni memang. Disaat menginginkan ketenangan
begini, masih saja ada orang yang nggak diharapkannya. Tiba-tiba hadir menjemukannya.
Kenapa harus ada orang ini sih… Please
God! I need a time to get a comfotableness. Yoni kembali focus pada
bacaannya sambil menjawab singkat. “Belum.”
“Lo masih inget sama gue kan?” Tanya lelaki itu
kembali.
“Inget lah, lo kan cowok sok cool yang sok-sokan
ngirim puisi buat gue di mading.” Jawabnya tanpa menatap ke arah lelaki itu
yang nggak lain adalah Vito. Yoni masih focus pada bacaannya.
Vito masih tersenyum cool. Ia mengeluarkan buku tulis
dari dalam tasnya. Ia buka lembaran akhirnya sambil menulis sesuatu di
dalamnya. Satu menit berlalu.Masih dengan senyum coolnya, ia mengasongkan buku
itu di atas meja yang Yoni tempati.
Dahi Yoni berkerut. “Apaan lagi sih ini?” tanya Yoni
heran.
“buka lembaran terakhir.” Intruksi Vito.
Yoni hanya mendesah kecil. Bosan dengan sikap Vito
yang sok cool itu. Lantas ia mengikuti saja intruksi yang diberikan Vito.
Tak pernah ku jumpai seseorang sepertimu
Dalam dunia yang berhias kepalsuan
Dalam raga yang tak mengerti rasa dan asa ini
Hanya sebuah bayang semu untuk bisa mendapatkan
seseorang sepertimu
Kau
tak pernah hadir dengan senyum yang terlukis indah
Kau
tak pernah menyapa dengan sapaan penuh cinta
Kau,
selalu hadir dengan sorotan tajam matamu yang penuh makna
Dan
yang ku lihat, kau hanya menyapaku dengan seutas senyum sinis
But, whatever….
Semangatku tak akan padam
Karena kau akan semakin terbiasa dengan senyumku
Jiwaku masih ingin menyelidik relung hatimu lebih
dalam
Karena satu yakinku
You are, the only one a different girl
|
Yoni hanya bergidik membaca kata demi kata yang
ditulis Vito untuk Yoni. Usai membaca semua tulisan yang ternyata adalah sebuah
puisi untuknya, ia hanya bergumam. “Parah
ni orang! Udah dicuekin masih aja sok baik!”. Segera Yoni mengganti posisi
duduknya. Kini ia jelas berhadapan dengan Vito.
Yoni terdiam sesaat sambil menatap tajam ke dalam mata
Vito. Vito sedikit heran dengan sikap Yoni yang tiba-tiba berubah. Mereka
saling beradu pandang.
Yoni tersenyum pada Vito. Senyum pertama yang ia
berikan pada Vito. “Hmm….” Ia mendesah sambil menyelidik mata Vito.
“Vito..tulisan lo bagus, puisinya juga baguuus.” Yoni semakin bermanis-manis
padanya. Dengan sikap Yoni yang seperti itu justru malah mebuat Vito semakin
heran. Kening Vito sampai membentuk banyak lipatan disebabkan herannya.
“Tapi sayaaaaang banget… Bukan itu maksud gue…” Yoni
masih melembut-lembutkan suaranya.
“Sayang kenapa emang? Ada yang salah sama tulisan
gue?” tanggap Vito masih dengan coolnya.
“Sayang….. lo pikir gue bakalan luluh dengan puisi lo
ini?” Katanya agak lantang. Sedikit membuat readers di book store itu
memperhatikan mereka. Akhirnya sisi jutek Yoni mulai keluar. “Norak lo!” Maki
Yoni sambil melenggang keluar dari reading place itu. Segera ia mentransaksi
buku yang ia baca tadi. Ia tak mau berlama-lama ada di tempat yang sama dengan
si Vito sang Pujangga Wuedan, menurutnya.
Vito malah justru tersenyum dengan sikap juteknya
Yoni. Ia suka dengan senyum ketus Yoni. Rasanya dengan senyum ketus itu malah
semakin membuat hatinya berdebar tak karuan. Ia memandangi kepergian Yoni
dengan bangga. Itu yang bikin gue suka
sama lo Vioni. Gue nggak akan nyerah, Yon. Lo akan semakin terbiasa dengan
senyum dan puisi-puisi gue.Dan cinta akan datang karena terbiasa. Batinnya
sibuk beroptimis.
Kemacetan kota mengiringi kepulangan Yoni ke rumah
masih dengan menggunakan bis umum. Panas, cape, bete, sebel pokoknya segala
macem rasa numpuk jadi satu, persis kayak permen jadul nano-nano. Sejurus kemudian
ia sampai di depan pelataran rumahnya. Sebuah motor sudah terparkir rapi di
pelataran rumahnya. Motornya….. kayaknya Yoni pernah melihat motor itu. Lama
Yoni terdiam di dekat motor v-ixionitu.
“Eh Yon. Akhirnya lo pulang juga.” Sapa Chiko yang
tiba-tiba muncul di daun pintu rumahnya. Yoni mendongak kaget ke arahnya.
“Elo?! Ngapain lo di rumah gue?” kepusingan Yoni
bertambah. Ia berjalan mendekati Chiko.
“Eh.. Eng… Gue…. Ada yang mau gue sampein sama lo.”
“Yon, Chikonya suruh masuk dong…” Seru mama Yoni dari
dalam rumah. Yoni semakin bingung. kok
mama sampe tau segala nama si kupret Chiko?! Ada yang aneh dengan
kejadian-kejadian hari ini. Pikirnya.
“Chiko..ngomongnya di dalem aja. Si Yoni suruh masuk
juga tuh!” Tambah Devan semakin memperbanyak pertanyaan dalam diri Yoni. Kenapa lagi nih abang gue?! Ada angina apa
tiba-tiba keuarga gue jadi akrab sama si Chiko?!
“Ogah ogah, ngomongnya di luar aja!” Sergah Yoni
lantang. “emang lo mau ngomongin apaan sih, Ko?! Sumpah! There are many
question in my head. Please just tell me hurry up. Don’t make me got a lot of
headache cause of it.” Saking mumetnya, omongan Yoni sampai ngelantur ke dalam
bahasa asing. Hihi.
“Oke oke. Lo mending duduk dulu deh.” Ujar Chiko
sambil mendudukan Yoni di teras depan rumah Yoni. Yoni nurut. “Jadi,
sebenernya… gue mau ngomong jujur sama lo. Jujur sejujur-jujurnya, gue…… eng……
gue…… suka……………………………………”
Bersambung………………
bikin emosi ujungnya
ReplyDelete